Di kedua buku itu, nama Donggala disebut sebagai tempat singgah para
pelaut Nusantara dan mancanegara. Donggala memang identik dengan kota
pelabuhan. Kota tua ini pernah menjadi pusat pemerintahan kolonial
Belanda kala mana pelabuhannya dijadikan pelabuhan niaga dan penumpang.
Tidak heran masih banyak bangunan tua tersisa di kota ini.
Sekitar dua kilometer arah barat Kota Donggala terdapat wilayah bernama
Banawa Tengah di mana masih ditemukan kegiatan tenun tradisional yang
aktif menghasilkan berhelai-helai Buya Sabe, atau sarung tradisional
khas Donggala, setiap bulannya.
Saat hentakan-hentakan balida yang bertemu dengan pasak alat
tenun tradisional sudah dapat didengar dari kejauhan, itu tanda anda
sudah dekat dengan Desa Limboro, Kecamatan Banawa Tengah, Kabupaten
Donggala. Balida adalah palang kayu panjang yang jadi pemberat
di tengah lipatan kain tenun saat penenun memasukkan benang-benang.
Biasanya terbuat dari kayu ulin atau ebony.
Perbendaharaan tenun adat Indonesia umumnya hanya sebatas tenun Songket
dari Palembang atau Ulos dari Sumatera Utara. Tidak banyak yang tahu
bahwa Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, ikut memperkaya
perbendaharaan tersebut dengan tenun Buya Sabe dari benang sutera alam
sebagai warisan budaya turun-temurun. Desa Limboro adalah salah satu
pusat tenun Buya Sabe yang masih hidup dewasa ini. Tak kurang dari 100
perempuan dari segala usia setiap hari menekuni kearifan budaya ini baik
sebagai sumber mata pencaharian utama maupun sebagai mata pencaharian
sampingan. Biasanya mereka menenun mulai pukul 09.00 hingga 12.00. Lalu
diteruskan lagi pukul 13.00 hingga 17.00. Ada pula yang menenun di
malam hari mulai pukul 19.00 hingga 22.00.
Utuh Karena Turun-temurun Dan Komitmen Pemda
Setiap satu helai Buya Sabe dihargai Rp 150 ribu. Sesungguhnya bukan
jumlah yang memadai mengingat pengerjaan Buya Sabe sangat menyerap
waktu, tenaga dan keterampilan khas. Pembuatan tenun Buya Sabe boleh
dikatakan mirip dengan umumnya pembuatan tenun adat di daerah-daerah
lain, baik dari segi proses pewarnaan benang hingga penenunan. Coraknya
Buya Sabe bervariasi, sehingga terdapat banyak istilah untuk
menunjukkan keragaman itu, seperti kain palekat garusu, buya bomba, buya sabe, kombinasi bomba dan sabe. Dari sekian corak tersebut, buya bomba adalah
corak yang paling sulit dibuat dan membutuhkan waktu pengerjaan satu
hingga dua bulan. Corak-corak lainnya rata-rata membutuhkan cukup satu
hingga dua minggu saja.
“Untuk
Buya Bomba, kami mengerjakannya dengan sangat hati-hati. Karena corak
yang akan dihasilkan sangat banyak. Biasanya pembuatannya sampai dua
minggu atau sebulan. Biasa ada yang bilang corak bunga mawar,” kata
Habona, perempuan penenun di Limboro yang berusia 56 tahun.
Kalsum, seorang gadis remaja berusia 21 tahun, juga berkata senada.
“Susah juga awalnya, setelah terbiasa kita jadi menikmatinya.” Kalsum
datang dari keluarga yang turun-temurun penenun, dan dirinya belajar
menenun langsung dari ibunya.
Kearifan tenun adat Buya Sabe masih sangat aktif di Donggala karena
selain di Desa Limboro, terdapat juga komunitas-komunitas penenun
tradisional di desa-desa Salu Bomba, Tosale, Towale dan Kolakola yang
kesemuanya berada di barat Kota Donggala. Tradisi tenun Buya Sabe
bertahan hingga kini berkat terjaganya kearifan tenun di garis
turun-temurun perempuan masyarakat asli Donggala, kemudian diperkuat
lagi oleh kebijakan Pemerintah Kabupaten Donggala yang secara spesifik
melindungi kearifan budaya ini melalui suatu peraturan daerah. Di
tingkat Provinsi Sulawesi Tengah, setiap hari Sabtu para Pegawai Negeri
Sipil (PNS) diwajibkan memakai kemeja atau atasan yang dibuat dari kain Buya Sabe.
“Perda itu bertujuan menjaga agar tenun Donggala bisa lestari dan tidak
diduplikasi oleh pihak lain,’’ kata Habir Ponulele, Bupati Donggala.
Harga beli di pasar bisa berlipat kali dari jumlah yang diterima
langsung oleh penenun. Bergantung coraknya, harga bagi konsumen
berkisar dari Rp 300 ribu hingga Rp 650 ribu.
Sumber >> ‘Buya Sabe,
Kisah Balida dan Benang Sutera’ di Blog Titik
Embun, http://jgbua.wordpress.com/2008/05/26/buya-sabe-kisah-balida-dan-benang-sutra/
http://www.rripalu.com/?q=content/batik-bomba-hasil-kerajinan-yang-sedang-dikembangkan-dan-dibudayakan-di-kota-palu