Rabu, 23 Februari 2011

Musik Kakula

0 comments
 
Musik Kakula yang kita kenal sebagai salah satu seni musik tradisional suku Kaili khususnya dan masyarakat Sulawesi Tengah pada umumnya sudah sangat sukar menentukan kapan mulai dikenal oleh masyarakat di daerah ini. Pada tahun 1618 agama Islam masuk di daerah ini dengan membawa serta pula kebudayaannya. Mengikuti penyebar-penyebar Islam ini sebagai alat pendukung dakwah, mereka membawa serta alat musik yang terbuat dari tembaga/kuningan yang sekarang ini kita kenal dengan Musik Kakula. Alat musik tersebut berbentuk bulat dan pada bagian tengalmya muncul atau munjung, sama dengan bonang di Pulau Jawa.

1. Sejarah Kehidupan Musik Kakula
Namun jauh sebelum alat musik ini masuk, daerah ini sudah mengenal alat musik yang terbuat dari kayu yang pipih dengan panjang kira-kira 60 cm dan tebal 2 cm serta lebar 5 sampai 6 cm disesuaikan dengan nada. Alat musik tersebut juga sering mereka katakan sebagai gamba-gamba. Gamba-gamba kayu adalah salah satu bentuk embrio atau awal dari musik kakula karena nada yang ada pada musik kakula yang terbuat dari tembaga/kuningan persis dengan nada yang ada pada gamba-gamba atau Musik Kakula Kayu.
Masyarakat Sulawesi Tengah yang kita kenal sebagai masyarakat agraris karena sebagian besar penduduk Sulawesi Tengah hidup dari pertanian. Masyarakat itulah pemilik Musik Kakula atau Gamba-gamba kayu tadi.

Musik Gamba-gamba yaug dibuat dari kayu waru dengan ukuran:
- Panjang 60 cm
- Lebar 6 cm
- Tebal 1,5 cm
Ukuran tersebut bisa saja tidak tepat, sebab alat musik ini dibuat sesuai dengan nada yang sama persis seperti nada pada alat musik kakula yang terbuat dari tembaga/kuningan yakni:

la, do, re, mi, sol, la, si
6 1 2 3 5 6 7
dengan melihat nada-nada di atas yang tidak memiliki nada fa (4) maka sudah jelas musik ini masil pentatonis. Dengan hadirnya musik Kakula yang terbuat dari tembaga/kuningan, masyarakat di daerah ini meningkatkan pula kreasinya, dari musik kakula kayu ditingkatkan lagi yakni dibuat dari besi roda pedati dengan ukuran: – Panjang 30 cm, – Lebar 5 cm.
Menempati wadah sama dengan wadah gamba-gamba. Nada masih sama dengan nada kakula kayu maupun kakula yang terbuat dari tembaga/kuningan hanya suaranya lebih nyaring. Tidak hanya sampai di situ keinginan masyarakat berkreasi, memperhatikan kakula dari tembaga pada bagian tengah terdapat bulatan yang sudah pasti lebih membuat suara lebib merdu, maka mereka juga membuat bulatan pada tengah kakula yang mereka buat dari besi roda pedati sehingga bentuk tengahnya sama dengan kakula tembaga/kuningan.
Nadanya masil tetap sama dengan Kakula Kayu, Kakula Besi Roda Pedati bahkan Kakula Tembaga/Kuningan. Keberadaan Kakula besi dan perkembangannya tidak mempengaruhi kehidupan kakula kayu. Kakula kayu tetap bertahan hingga sekarang hanya bunyi dan fungsinya yang berbeda. Di atas sudah dijelaskan bahwa musik Kakula yang terbuat dari tembaga/kuningan yang berbentuk bulat sama dengan bonang di pulau Jawa tersebut sudah masuk kepesisir pantai Sulawesi Tengah seiring dengan masuknya agama Islam pada tahun 1618.
Alat musik Kakula yang terbuat dari tembaga/kuningan di lengkapi dengan 2 (dua) buah gendang dan 2 (dua) buah gong.
2. Perkembangan Musik Kakula
Bapak Hasan M. Bahasyuan adalah seorang seniman musik kakula tradisi (pemain) disamping sebagai pemain musik juga sebagai pencipta tari. Setelah beberapa tarinya berhasil diiringi oleh seperangkat alat musik kakula yang masih pentatonis, terdiri dari tujuh buah kakula dengan nada masing-masing

la, do, re, mi, sol, la, si, do,
6 1 2 3 5 6 7 1
ditambah dengan dua buah gong dengan nada A dan C serta dua buah gendang masing-masing satu buah gendang besar dan satu buah gendang kecil. Tahun 1969 Bapak Hasan M. Bahasyuan merasa alat musik pengiring tarinya begitu miskin sehingga beliau berkreasi membuat musik kakula dari 7 buah menjadi 24 buah. Alat musik tersebut ditata dalam satu wadah yang lumrahnya dibuat dari kayu dan papan. Kakula diatur dan disusun jadi 3 (tiga) baris dengan nada masing-masing
Baris I : 1 2 4 5 6 4 3 2
Baris II : 1 2 3 4 5 6 7 1
Baris III : 7 6 5 4 43 2 2
Alat musik ini dilengkapi pula dengan masing-masing gong dengan nada-nada :
Bes, D, C, G, A, E, F
2 (dua) buah gendang masing-masing sebuah gendang kecil dan sebuah gendang besar, sepasang repe-repe atau cymbal. 1 (satu) unit gamba-gamba dengan nada-nada
5 6 – 7 2 4 – 5 6 – 1 2 4
5 6 7 – 1 2 3 4 – 5 6 7 – 1 2 3 45
juga sebatang suling besar atau Lalove.
Perangkat musik ini dimaksudkan seniman besar Sulawesi Tengah almarhum Hasan M. Bahasyuan tersebut untuk menngiringi tari-tari ciptaannya bahkan tari-tari tradisional daerah ini. Kakula makin melekat di hati masyarakat Sulawesi Tengah karena baik penampilan maupun fungsinya lebih baik dari sebelumnya. Tahun 1992 melalui Taman Budaya Propinsi Sulawesi Tengah alat musik Kakula yang sudah di kreasikan oleh Hasan M. Bahasyuan direkayasa kembali untuk mendapatkan bentuk lain dan penampilan yang lain pula.
Perubahan hasil rekayasa sangat terasa sebab baik wadah tempat kakula, penabuh dan bertambahnya beberapa alat-alat kesenian tradisional yang belum populer untuk memperkaya musik ini seperti Pare’e, Banggula.
Kakula rekayasa terdiri dari

  • Kakula melodi 6 1 2 3 5 6
  • Kakula Rythem 1 1 2 3 4
  • Kakula Rythem 11 4 6 1
  • 3 (tiga) buah Gendang:
    - 1 (satu) Gendang besar
    - 1 (satu) Gendang sedang
    - 1 (satu) Gendang kecil
  • 1 (satu) buah Lalove (suling besar)
  • 1 (satu) pasang Repe-Repe (Cymbal)
  • 1 (satu) buah Pare’e,
  • 1 (satu) unit Gamba-Gamba
  • 7 (tujuh) buah Gong dengan nada C, D, E, F, G, A dan Bes
3. Fungsi Alat Musik Kakula
  1. Sebagai Sarana Hiburan. Dari sekian banyak perkembangan alat musik Kakula yang dimulai dari Kakula Kayu atau Gamba-Gamba sangat lekat dengan masyarakat terutama masyarakat di pedesaan jauh sebelum Kakula Tembaga dikenal orang di daerah ini. Kakula Kaya atau Gamba-gamba benar-benar dibuat oleh masyarakat terutama ibu-ibu untuk menghibur diri kala senggang setelah bekerja seharian di sawah atau di kebun. Demikian pula dengan Gamba-Gamba yang dibuat dari besi roda pedati juga berfungsi untuk menghibur diri para petani di daerah ini kala istirahat dari kerja seharian. Biasa pula di tabuh saat menunggu waktu tidur tiba.
  2. Sebagai Sarana Komunikasi. Pada umumnya Gamba-Gamba berfungsi sebagai alat musik tradisional untuk menghibur para pemiliknya. Berbeda halnya dengan Kakula yang terbuat dari tembaga/kuningan yang bentuknya bulat serta dilengkapi Gong dan Gendang, alat musik ini mempunyai bermacam-macam fungsi.
    1. Kakula yang hanya ditata atau terdiri dari 2 buah Kakula dilengkapi dengan 2 buah Gendang dan 2 buah Gong, biasa digunakan sebagai musik pengiring Manca atau Pencak Silat. Sekaligus sebagai alat komunikasi, sebab apabila seseorang atau sekelompok orang mendengar bunyi kakula seperti itu maka ditempat itu ada permainan Manca atau Pencak Silat. Apakah itu pertandingan ataupun sekedar meramaikan sesuatu kegiatan umpamanya peringatan hari-hari besar agama terutama agama Islam, hari besar Nasionat atau pesta perkawinan atau khitanan. Alat tersebut ditata sebagai berikut; dua buah kakula dengan nada la dan do (6 dan 1) sedangkan Gong dengan nada C dan D, serta dua buah gendang.
    2. Lain lagi dengan Kakula yang ditata 7 buah dilengkapi dengan 2 buah Gong dan 2 buah Gendang, alat musik tersebut lebih sering digunakan pada pesta-pesta perhelatan. Seperti pesta perkawinan, khitanan/nokeso. Dengan mendengar bunyi alat musik ini ditabuh masyarakat akan mengetahui bahwa di desa tersebut ada pesta. Jadi alat musik ini sangat komunikatif sekali.
      Alat musik ini akan ditabuh selama 7 hari 7 malam pada suatu tempat pesta perkawinan atau kbitanan. Alat ini berfungsi untuk menghibur para pekerja dan yang paling utama adalah sebagai pemberitahuan kepada masyarakat bahwa di salah satu rumah di desa itu ada upacara adat atau perhelatan pesta perkawinan atau khitanan. Untuk pesta perkawinan baik di pengatin laki-laki alat musik kakula hendaknya selalu ada. Fungsi lain untuk pesta perkawinan adalah mengantar pengantin laki-laki turun dari rumah menuju ke rumah pengantin perempuan untuk dinikahkan, sebelum bunyi rebana.
      Setelah tiba dijalan raya maka rebana dibunyikan oleh pengiring pengantin maka musik kakulapun berhenti. Kemudian apabila bunyi rebana pengantin laki-laki sudah kedengaran di rumah pengantin perempuan maka untuk menyambut pengantin laki-laki musik Kakula dibunyikan sebagai penyambutan pengantin laki-laki tiba di depan tangga. Demikian pula saat pesta khitanan sebagai alat penjemput toniasa (orang didewasakan) anak-anak yang akan disunat yang datang dari sungai hingga selesai mengelilingi rumah sebanyak 3 kali keliling. Setelah toniasa naik ke atas rumah barulah musik kakula berhenti. Alat musik kakula tersebut di atas dikenal dengan kakula Nu Ada atau kakula untuk upacara Adat. Tak jarang pula kakula ini sebagai salah satu musik penjemput tamu-tamu agung atau orang-orang yang dihormati di daerah ini.
    Namun di tahun 1957 seniman Hasan M. Bahasyuan mulai memanfaatkan alat musik kakula sebagai musik pengiring tari. Alat musik yang masih pentatonis ini mulai diperkenalkan oleh Hasan M. Bahasyuan seorang seniman musik sekaligus seniman tari daerah ini sebagai pengiring tari. Tari yang pernah di iringi pada tahun 1957 di Gedung Krida Madamba salah sebuah gedung pertunjukan di kota Palu yakni tari Pajoge Maradika, Tari Poveba, Tari Randa Kaili serta Tari Pamonte. Bukan saja di kota Palu atau di Sulawesi Tengah Hasan M. Bahasyuan memperkenalkan musik kakula sebagai alat pengiring tari tersebut bahkan alat musik kakula sebagai pengiring tari sempat melanglang buana dari satu daerah ke daerah lain di Pulau Jawa.
    1. Tahun 1960 mengiringi tari Pajoge Maradika, Pamonte mengikuti Pekan Kesenian Se Indonesia di Bandung
    2. Tanggal 17 Agustus 1960 mengiringi tari Pamonte di Istana Merdeka. Tari Pamonte yang didukung oleb penari-penari dari Sulawesi Utara-Tengah.
    3. Tahun l963 mengirigi tari-tari di atas mulai dari Surabaya, Malang, Yogyakarta, Semarang, Bogor, Bandung, dan Jakarta. Di Jakarta mengiringi Tari Pamonte di Senayan Jakarta serta Tari Pajoge Maradika di Istana Bogor. Pada tahun itu juga mengiringi tari-tarian dari Sulawesi Utara-Tengah pada Asean Games di Jakarta
    4. Tahun 1965 mengiringi tari-tari Sulawesi Tengah pada peringatan atau memeriahkan Hari Kemerdekaan 17 Agustus l965 di Istana Negara
    5. Mengiringi tari-tari daerah ke Samarinda tahun 1968. Hasan M. Bahasyuan sang seniman besar Sulawesi Tengah dalam perjalanan keliling pulau Jawa merasa tertantang dengan alat umsik pengiring tari yang masih sederhana dan pentatonis, maka pada tahun 1969 beliau memberi warna baru pada alat musik kakula baik nada-nadanya maupun jumlahnya. Alat musik Kakula dari 7 buah dengan nada pentatonis tampa Fa ( 4 ) yang dilengkapi dengan 2 buah Gong dan 2 buah Gendang dikembangkan menjadi 24 buah Kakula, 7 buah Gong serta 2 buah gendang, 1 buah suling, 1 pasang Repe-Repe Cymbal, 1 unit Gamba-Gamba besi yang terdiri dari 25 buah. Alat musik ini bukan hanya mengiringi tari-tari daerah bahkan lebih maju lagi yakni dapat mengiringi lagu-lagu dari lagu-lagu pop hingga lagu-lagu keroncong utamanya lagu-lagu daerah. Alat musik Kakula yang baru ditata ini mula-mula mengiringi tari Peulu Cinde pada malam kesenian bersama Menteri Dalam Negeri Amir Machmud tahun 1969. Selanjutnya setiap kegiatan kesenian atau penjemputan tamu-tamu daerah musik Kakula sangat berperan.
      Tahun 1992 Taman Budaya melaui tangan-tangan terampil oleh beberapa petugas berusaha merekayasa bentuk penampilan musik kakula. Namun fungsinya tetap sebagai pengiring tari dan lagu-lagu daerah, pop dan keroncong. Namun dengan perkembangan-perkembangan musik Kakula di atas baik kreasi Hasan M. Bahasyuan maupun rekayasa Taman Budaya tidak berarti bahwa Kakula 7 biji atau Kakula Nu Ada sudah ditinggalkan. Kakula Nu Ada tetap hidup dan berperan sesuai fungsinya dalam masyarakat. Bahkan menjadi kebanggaan masyarakat. Apabila ada pesta keluarga terutama pesta perkawinan dan pesta khitanan di hiasi dengan musik kakula untuk menyemarakkan pesta tersehut.
    6. Teknik Permainan. Teknik Permainan yang dimaksud adalah cara memainkan instrumen tersebut sesuai aturan di dalam membunyikan sesuai kebutuhan. Teknik Permainan terdiri dari:
      1. Teknik permainan musik Kakula sebagai pengiring Manca atau Pencak Silat. Pemusik terdiri dari 5 orang yakni:
      • 1 orang penabuh Kakula (Kakula 2 buah ditabuh secara bergantian sehingga menghasilkan bunyi yang saling mengisi)
      • 1 orang penabuh Gong (Gong kecil 2 buah yang saling mengisi dengan Kakula)
      • 2 orang penabuh Gendang (Gendang 2 buah sebagai mat) Fungsi bunyi-bunyian ini adalah untuk memberi perangsang pada pemain. Makin cepat pukulan makin cepat pula pemain Manca melepaskan serangan-serangannya silih berganti.
      1. Teknik permainan musik Kakula sebagai pengirring Upacara Adat. Pemusik terdiri dari 4 orang masing-masing memegang alat musik Kakula ( 7 atau 8 ) buah. 1 orang penabuh Gong (Gong 2 buah). 2 orang penabuh Gendang (Gendang 2 buah). Ada 5 macam pukulan musik Kakula tradisional masing-masing :
        1. Ndua-ndua yakni Randua-randua atau dua-dua. Irama susul-menyusul dad 2 nada secara bergantian.
        2. Nipalanga artinya di antarai. Irama yang mempunyai tempo tertentu dan agak lambat atau ada selang waktu.
        3. Gambus lambat. Irama yang diambil dari irama gambus padang pasir yang lambat.
        4. Gambus cepat adalah irama hasil kreasi atau gabungan dari 3 (tiga) jenis pukulan di atas tetapi di padu atau di tabuh secara cepat.
        5. Irama musik Kakula iringan tari dan lagu sebagai layaknya irama musik modern seperti Vibrafon.
      2. Tanggapan Seniman dan Masyarakat Penghayat.
        1. Sikap Seniman. Pada umumnya seniman Kakula di daerah ini masih sangat mencintai musik ini karena di setiap kegiatan pesta adat khitanan atau perkawinan Kakula masih berkumandang juga pada olah raga bela diri Manca dan Silat. Usaha dalam. pengembangan Kakula ini sebagai warisan leluhur kita patut kita pelihara sehingga walaupun Kakula untuk kebutuhan pertunjukan kita buat macam-macam tetapi kakula Nu Ada tetap saja seperti dulu. Seniman muda sudah menganggap Kakula adalah juga musik mereka. Hal ini didorong oleh antara lain:
          1. Keinginan terhadap musik Kakula menjadi sebuah bentuk musik layak ditonton.
          2. Sangat mudah menyesuaikan diri karena apabila tidak ada musik modem seperti Band atau Electone untuk mengiringi penyanyi maka musik Kakula dapat mengiringi dengan sempurna.
          3. Musik Kakula masih disenangi oleb tua dan muda di daerah ini.
        2. Sikap Masyarakat. Masyarakat Sulawesi Tengah utamanya Kabupaten Donggala yang merasa memiliki musik Kakula sebagai alat musik tradisional daerah ini, sangat menerima bahkan bangga menyaksikan pertunjukan musik Kakula ini, baik disajikan dalam bentuk tradisionalnya sebagai penjemputan pengantin Pria atau menandakan bahwa disalah sebuah rumah keluarga mengadakan pesta seperti Nokeso, Nosuna dan dalam penjemputan tamu-tamu terhormat ke daerah,bahkan disajikan dalam bentuk perkembangannya yang sudah dikreasikan mengiringi tari dan lagu-lagu daerahpun masih mendapat tempat di hati masyarakat dari desa hingga ke Kota.
4. Faktor Pendukung dan Penghambat

  1. Faktor Pendukung.
    Sudah diungkapkan di atas bahwa Kakula adalah milik masyarakat Sulawesi Tengah utamanya masyarakat Kabupaten Donggala sepanjang pesisir pantai sebagai warisan masa lampau yang mempunyai nilai seni yang tinggi serta luhur yang patut dipelihara dan terus dikembangkan sebagai salah satu kekayaan bangsa. Oleh karena itu tokoh-tokoh masyarakat seniman dan masyarakat pada umumnya sangat berkenan dan mendukung penampilan penampilan musik tradisional Kakula. Hal ini dapat dibuktikan dengan :
    1. Apabila ada bunyi Kakula baik di rumah yang mengadakan perhelatanmaupun dipanggung-panggung maka bukan hanya golongan tertentu orang ingin melihat dan mendengarnya, melainkan dari tingkat anak-anak hingga orang tua.
    2. Musik Kakula sudah sangat melekat di hati masyarakat di daerah ini karena musik Kakula mempunyai fungsi yang banyak sekali.
      • Seperti mengiringi lagu-lagu daerah, lagu-lagu Pop bahkan lagu Keroncong
      • Semua tari daerah di daerah ini di iringi Kakula
      • Musik Kakula pemberi tanda bahwa di salah satu rumah ada pesta, apakah perkawinan, khitanan dan lain-lain
      • Musik Kakula yang sering disebut Kakula Nu Ada adalah salah satu alat musik penjemputan tamu-tamu daerah
  2. Faktor Penghambat.
  1. Musik Kakula sudah begitu dikenal, disenangi dan dihargai oleb masyarakatnya, namun dalam membina dan mengembangkan sedikit banyak mengalami hambatan-hambatan antara lain:
    1. Alat Musik Kakula sangat langkah di daerah ini. Ini disebabkan oleh karena harga alat musik ini relatif mahal dan tidak tersedia atau tidak dijual di daerah ini. Kesulitan lain adalah dalam pembuatan not-not yang disesuaikan dengan not-not yang ada di daerah sangat sulit. Di daerah ini musik Kakula Nu Ada hanya dimiliki beberapa keluarga. Alat tersebutlah yang digunakan dari kampung satu ke kampung yang lain. Alat musik ini juga hanya dimiliki oleh 1 (satu) buah organisasi dan selebihnya milik pemerintah seperti Taman Budaya, Kandep Kabupaten, bahkan sudah banyak yang rusak dan tidak dapat dimanfaatkan lagi. Untuk itu maka dalam pembinaan dan pengembangannya sangat lambat.
    2. Sesepuh di daerah ini telah memesan 3 (tiga) set alat musik Kakukla dari perajin alat musik ini di Bogor, namun begitu tiba di daerah hampir semua not tidak pas atau sumbang.
BENTUK DAN SIFAT PERTUNJUKAN
1. Pemusik
Musik Kakula yang kita kenal sejak tabun 1618 tersebut ditabuh paling banyak 4 orang dengan tugas masing-masing:

  • 1 orang Penabuh Kakula
  • 1 orang Penabuh Gong
  • 2 orang Penabuh Gendang
Pada umumnya penabuh Kakula Nu Ada adalah ibu-ibu kecuali untuk pengiring tari kebanyakan laki-laki. Musik Kakula kreasi Hasan M. Bahasyuan terdiri dari 7 orang pada umumnya laki-laki dengan tugas masing-masing :

  • 1 orang Penabuh Kakula
  • 1 orang Penabuh Gong
  • 2 orang Penabuh Gendang
  • 1 orang Penabuh Gamba-Gamba
  • 1 orang Pemegang Repe-Repe
  • 1 orang Peniup Suling
Sedangkan untuk musik rekayasa Taman Budaya terdiri dari 12 orang boleh perempuan dan laki-laki masing-masing sebagai :

  • 1 orang Pemegang Kakula Melodi : 1 2 3 4 5 6 7 1
  • 1 orang Pemegang Kakula Rythem : 6 1 2 3 5 6
  • 1 orang Pemegang Kakula Rythem : 1 2 3 4
  • 3 orang Penabuh Gendang masing-masing orang dua Gendang
  • 1 orang Penabuh Gamba-Gamba
  • 1 orang Penabuh Gong
  • 1 orang Pemukul Repe-Repe (simbol)
  • 2 orang Pemukul Pare’e
  • 1 orang Pemukul Banggula
Musik Kakula rekayasa tersebut juga selain berfungsi sebagai pengiring tari juga dapat mengiringi lagu-lagu daerah, lagu-lagu pop lagu keroncong.
2. Tata Pentas
Musik Kakula pada dasamya dapat dipentaskan diberbagai tempat / panggung menurut kebutuhan. Musik Kakula untuk Manca biasanya digelar di halaman atau di lapangan namun pada suatu tempat khusus untuk mengiring manca tersebut, baik itu untuk pertunjukan biasa maupun dalam rangka lomba atau pertandingan pencak silat.
Musik Kakula Nu Ada untuk penjemputan para tamu daerah digelar di tempat tamu yang akan dijemput tersbut. Seperti di Lapangan terbang, di pelabuban kapal atau di depan kediaman seseorang atau di depan kantor tempat tamu itu berkunjung. Musik kakula untuk pengiring tari dan lagu ditempat tempat pertunjukan, di panggung, biasanya ditata di depan panggung atau di samping kiri atau kanan panggung.
3. Tata Lampu dan Sound System
Dalam pergelaran musik Kakula tidak terlalu memerlukan penggarapan lampu, yang jelas di tempat itu harus terang. Sedangkan untuk sound system atau pengeras suara sangat diperlukan untuk Gendang dan Suling.
4. Waktu dan Lamanya Pertunjukan
Waktu dan lamanya pertunjukan ditentukan oleh kebutuhan. Kecuali untuk upacara adat biasanya ditabuh selama 7 hari 7 malam tetapi tentu ada waktu istirahat.
5. Busana dan Properti Pemusik

  • Musik Kakula untuk Manca atau Pencak Silat Pemusik mengguna kan : Baju Banjara, Puruka Pajama, dan Siga. Pada umumnya penabuh adalah laki-laki.
  • Musik Kakula untuk upacara perkawinan atau khitanan pada umumnya ibu-ibu memakai kain kebaya. Dan penabuh umumnya perempuan.
  • Musik Kakula untuk Pengiring tari dan lagu-lagu pemusik menggunakan:
    • Baju Banjara – baju yang berkerag berdiri
    • Puruka Pajama Ndate – celana panjang
    • Siga – destar
    • Buya Saluabe – sarung pengikat pinggang atau diselewangkan dari bahu ke bawah. Kebanyakan penabuh adalah laki-laki.

Sumber: Perpustakaan Taman Budaya Sulawesi Tengah
Jl. Abd. Raqie Glr. Dato Karama No1 Palu. Telp. (0451) 423092

Leave a Reply

Blogger templates

Blogger news

Kareba Dopa NAVAI

Popular Posts

Facebook